Selasa, 03 Januari 2012

Bab 2: Individu keluarga dan masyarakat

MEREKA MEROKOK DIUSIA DINI
KOMPAS.com - Enam bocah laki-laki usia sekitar 15 tahun tampak meriung di pojok peron stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat, Sabtu (8/10/2011). Derai tawa sesekali mereka lepaskan, berpacu dengan keriuhan stasiun yang selalu ramai dengan calon penumpang kereta.
"Kita sering ngerokok bareng-bareng gini," ujar Fajar (15), si bocah berambut keriting itu.
Salah satu dari mereka, bocah yang berambut keriting, mengeluarkan sebatang rokok putih yang dibungkus plastik dari saku celananya. Tangan yang lain memantik korek.  Api menyala dan membakar batang rokok itu. Matanya setengah terpejam. Ia hisap dalam-dalam lalu asap mengepul dari  hidungnya, terbang ke udara.  Temannya yang lain menyusul membakar lintingan tembakau.
Menurut Fajar, hampir setiap pulang sekolah mereka melepas penat dengan "nongkrong" di stasiun. Mulai dari Stasiun Bogor hingga Stasiun Jakarta Kota. Selalu  ada rokok yang menemani aksi
"nongkrong" enam sekawan ini. "Rokok bikin hilang stres," ucap si rambut keriting sambil tertawa.
Sejak kapan mengenal rokok?
“Umur 13 tahun,” jawabnya.  Orang tua Fajar di ambang perceraian saat usia fajar menginjak 13 tahun.
“Karena broken home, semua gara-gara broken home,” katanya datar. "Lihat temen, kok kayaknya enak kalau merokok, ya sudah dicoba, jadi ketagihan."
Dalam sehari, ia mengaku dapat menghabiskan enam batang rokok. Ia menyisihkan uang jajannya sebesar Rp 2.000 per hari demi rokok. Jika tak ada uang, Fajar tak segan mengamen. "Enam batang, Rp 2.000 merek Envio, biasanya beli di warung-warung eceran," katanya.
Fajar sempat berhenti merokok. Alasannya, menghindari omelan ayahnya. "Papa bilang jangan ngerokok, berhenti. Ya berhenti dulu beberapa bulan buat hilangin hitam di bibir," ucapnya.

PENGARUH LINGKUNGAN DAN IKLAN

Masalah keluarga memang berpotensi mendorong seorang anak untuk melakukan hal-hal negatif. "Seperti merokok, narkoba, itu bisa gara-gara masalah keluarga," ujar pemerhati anak, Seto Mulyadi yang ditemui di rumahnya, Ciputat, Tangerang, beberapa waktu lalu.
Menurut Seto, perilaku merokok seorang anak juga dipengaruhi lingkungan keluarganya. Jika sang ayah atau si ibu merokok, sang anak cenderung meniru perilaku orangtuanya itu. Seto lantas mencontohkan kasus Aldi, bocah usia 2,5 tahun asal Musi Banyuasin Sumatera Selatan yang pandai merokok.
Aldi hidup di lingkungan nelayan dan tinggal dengan ayahnya yang seorang perokok. Terlebih, lingkungan tempat tinggalnya membanggakan kemampuan Aldi dalam merokok. Meskipun masih balita, Aldi mampu menghembuskan asap rokok membentuk lingkaran-lingkaran kecil di udara.
"Sangat berpengaruh ya, anak kan lihat dari logo, dari iklan itu. Industri rokok cukup cerdas dan jeli melihat peluang itu," tuturnya.
Karena mendapat perhatian dan pujuan dari lingkungannya itu, kata Seto, Aldi merasa bangga dan senang melakukan aksinya. "Dia mendapat reward, jadi tiap kali dia merokok dapat perhatian lingkungan, itu yang membntuk dia sebagai perokok," tuturnya.
Selain mencontoh perilaku orang di sekitarnya, anak juga akan terdorong untuk merokok atas pengaruh iklan. Menurut Seto, iklan rokok yang bebas tampil di Indonesia ini sangat efektif mengajak anak menjadi perokok pemula.
Seperti diketahui, iklan rokok beredar bebas di sekitar anak-anak. Mulai dari poster yang dipasang di lingkungan sekolah, spanduk, iklan di televisi, hingga kegiatan-kegiatan sponsorship pabrik rokok dalam acara-acara remaja seperti pertunjukkan musik.
"Misalnya, pertandingan sepak bola memakai nama Bentoel, Sampoerna. Itu bagain dari strageti industri rokok, mengabadikan nama mereka untuk mempengaruhi perilaku merokok sejak dini," ungkap Seto.

PERAN ORANGTUA

Seto juga menilai, orang tua seharusnya berperan dalam melindungi anak-anak mereka dari pengaruh rokok. Melalui komunikasi yang baik dan memberi perhatian lebih, orangtua dapat mengarahkan anak-anak mereka menghindari rokok.
"Nomer satu justru para orgtua, bila orang tua tidak mampu komunikasi dengan efektif, pengaruh yang dari luar siap memangsa anak-anak, menjadi calon perokok dewasa," katanya.
"Orangtua harus berani mengomandokan anaknya untuk tidak merokok," kata Seto.

Sumber  Diperoleh Dari:http://ads2.kompas.com/layer/suaraanakindonesia/feature.html

Tidak ada komentar: